Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun 2024 menjadi tahun yang berat bagi perusahaan farmasi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Indofarma Tbk (INAF). Ini lantaran perseroan diterpa polemik yang menyebabkan kinerja keuangan dan reputasi manajerial yang buruk.
Indofarma terjerat tersangkut kasus indikasi penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara ratusan miliar. Kasus ini mencuat setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif atas Pengelolaan Keuangan Indofarma dan anak perusahaannya diserahkan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 hingga Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan dan Instansi Terkait.
Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta menetapkan 3 tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya pada tahun 2020-2023.
Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Indofarma Tbk periode 2019-2023, berinisial AP, Direktur PT Indofarma Global Medika (IGM) periode 2020-2023 berinisial GSR, dan Head of Finance PT. IGM tahun 2019-2021 berinisial CSY. Ketiga tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 371 miliar di Indofarma.
Kronologi Kasus Korupsi
Tersangka AP selaku Direktur Utama Indofarma tahun 2019-2023 memanipulasi laporan keuangan Indofarma tahun 2020 dengan membuat piutang/utang dan uang muka pembelian produk alkes fiktif sehingga seolah-olah target perusahaan terpenuhi.
Kemudian ada tersangka GSR selaku Direktur PT Indofarma Global Medika (IGM) tahun 2020-2023 guna mencapai target perusahaan di tahun 2020 melakukan penjualan Panbio ke PT Promedik (anak perusahaan PT IGM).
Padahal diketahui PT Promedik tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembelian sehingga merugikan PT IGM, selain itu GSR memerintahkan CSY selaku Head of Finance PT IGM untuk membuat klaim diskon fiktif dari beberapa vendor dan mencari pendanaan non perbankan untuk memenuhi operasional Indofarma dan IGM serta membentuk unit baru FMCG untuk melakukan transaksi fiktif.
Tersangka CSY selaku Head of Finance IGM tahun 2019-2021 membuat laporan keuangan IGM seolah-olah sehat dengan cara membuat klaim diskon fiktif, bersama dengan Sdr, BBE selaku Manager Finance Indofarma tahun 2020-2021 mencari pendanaan non-perbankan dan menitipkan dana ke vendor-vendor yang seolah-olah kesalahan transfer, dana yang terkumpul selain digunakan untuk menutupi defisit anggaran juga digunakan untuk kepentingan pribadi CSY.
Ketiga tersangka diancam pidana Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Foto: Indofarma. (Dok. indofarma)
Indofarma. (Dok. indofarma)
|
Kasus Pinjol
Selain itu, hal mengejutkan yang terjadi di Indofarma yaitu sempat terjerat pinjaman online (Pinjol). Direktur Utama PT Indofarma Tbk Yeliandriani membenarkan ada penarikan uang dari pinjol yang dilakukan pada tahun 2022.
“Benar dalam laporan ada pinjaman kepada fintech pada tahun 2022, namun itu hanya dipinjam beberapa bulan dan sudah dilunasi,” ujarnya dalam rapat bersama dengan Komisi VI DPR RI Jakarta.
Yeliandriani mengungkapkan, bahkan perusahaan menggunakan nama pribadi para karyawan dalam melakukan pinjol. “Perusahaan meminjam pinjol dengan meminjam nama-nama karyawan.
Fraud yang terjadi di Indofarma cukup banyak dan agak berani,” ujar seseorang yang tidak disebutkan namanya.
Direktur PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya, sebagai bos Holding BUMN Farmasi, mengungkapkan bahwa total kerugian PT Indofarma Global Medika (IGM), anak perusahaan Indofarma akibat pinjaman online mencapai Rp 1,26 miliar.
Menurutnya, berdasarkan laporan BPK kepada DPR pada 6 Juni 2024, terdapat aktivitas berindikasi fraud atau kerugian yang dilakukan oleh Indofarma dan anak perusahaannya PT IGM. Aktivitas tersebut antara lain transaksi jual-beli fiktif, penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, kerja sama pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan, penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer, dan pinjaman online.
Akibat permasalahan tersebut, terjadi indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar. Kerugian tersebut terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar, persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari penjualan fiktif FMCG sebesar Rp 18,26 miliar.
Meskipun demikian, Indofarma mencatatkan rugi bersih senilai Rp166,48 miliar, yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Perusahaan juga melaporkan penjualan bersih yang turun drastis dan berbagai penurunan beban lainnya. Jajaran manajemen Indofarma juga mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.