Shell memutuskan untuk mengangkat kaki dari kegiatan operasionalnya di Indonesia, sebuah keputusan yang mengejutkan banyak pihak. Dalam laporan Shell Energy Transition Strategy 2024, perusahaan global asal Belanda-Inggris ini telah mengungkapkan rencana untuk menutup 500 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) termasuk perusahaan patungan pada tahun 2024 dan 2025.
Penutupan sembilan SPBU Shell di Sumatera Utara pada 1 Juni 2024 merupakan awal dari langkah besar ini. Di pasar global, Shell juga telah melakukan divestasi seluruh kepemilikan saham mayoritas di Shell Pakistan kepada Wafi Energy LLC. Kabar ini tentu menjadi sorotan utama dalam industri migas di Indonesia.
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) pun turut memberikan tanggapannya terkait kabar hengkangnya Shell dari Indonesia. Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, mengungkapkan bahwa sulitnya bisnis penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia menjadi salah satu faktor utama di balik keputusan Shell untuk mundur dari pasar ini.
Moshe menyoroti dominasi Pertamina dalam pasar jaringan ritel penyaluran produk BBM di SPBU. Menurutnya, perusahaan migas yang ingin bersaing dengan Pertamina harus memiliki nilai tambah yang lebih baik, baik dari segi kualitas, performa, maupun pelayanan. Namun, produk-produk Pertamina semakin kompetitif dan berkualitas, menambah kesulitan bagi perusahaan migas lainnya.
Perubahan dinamika pasar dan peningkatan kualitas produk dan pelayanan Pertamina membuat persaingan semakin ketat. Hal ini menjadi tantangan serius bagi perusahaan migas asing seperti Shell, yang harus berjuang untuk menarik konsumen dari produk-produk unggulan Pertamina.
Meskipun ada penutupan SPBU Shell, Moshe menegaskan bahwa tidak semua SPBU milik perusahaan asing akan mengikuti jejak yang sama. Setiap perusahaan memiliki pertimbangan dan prioritas bisnis masing-masing. Shell mungkin memilih menutup SPBU karena melihat kurangnya pertumbuhan dan profitabilitas di pasar Indonesia, sementara perusahaan lain masih dapat eksis dengan strategi bisnis yang berbeda.
Keputusan Shell untuk mundur dari Indonesia menjadi pembelajaran penting bagi industri migas dalam negeri. Perubahan dinamika pasar, persaingan yang semakin ketat, dan peningkatan kualitas produk dan pelayanan menjadi faktor utama yang harus dipertimbangkan oleh setiap perusahaan yang beroperasi di sektor ini.
Dengan demikian, langkah strategis Shell ini memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika bisnis dan persaingan dalam industri migas di Indonesia. Perusahaan lain diharapkan dapat mengambil hikmah dari pengalaman ini dan terus berinovasi untuk tetap bersaing di pasar yang semakin kompetitif.