OPEC+ Akan Memangkas Produksi, Mempertahankan Stabilitas Harga Minyak Mentah

Harga Minyak Mentah Dunia Stabil dengan Rencana Pemangkasan Produksi OPEC+

Pada perdagangan Selasa (3/12/2024), harga minyak mentah dunia terpantau bergerak stabil. Hal ini terjadi saat Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsennya, yang dikenal sebagai OPEC+, berencana untuk memangkas produksi. Selain itu, tensi konflik di Timur Tengah juga kembali memanas.

Menurut data Refinitiv, harga minyak mentah acuan Brent saat itu tercatat sebesar US$71,86 per barel, mengalami kenaikan sebesar 0,04% dari posisi sebelumnya. Sementara itu, harga acuan West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan tipis sebesar 0,03% menjadi US$68,08 per barel.

OPEC+ diperkirakan akan memperpanjang pemotongan produksi minyak hingga akhir kuartal pertama tahun 2024. Hal ini berdasarkan informasi dari empat sumber internal kelompok tersebut yang diungkapkan kepada Reuters. Langkah ini diambil untuk memberikan dukungan tambahan pada pasar minyak.

Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Kemungkinan besar pengurangan ini akan diperpanjang hingga kuartal pertama.” Meskipun ada pemangkasan pasokan oleh kelompok produsen, harga minyak global tetap bertahan dalam kisaran $70 hingga $80 per barel sepanjang tahun ini. Pada hari itu, harga minyak Brent diperdagangkan sekitar $72 per barel setelah sempat mencapai titik terendah di bawah $69 pada bulan September.

Saat ini, OPEC+ mempertahankan tingkat produksi sebesar 5,86 juta barel per hari, atau sekitar 5,7% dari permintaan global. Langkah ini diambil melalui serangkaian keputusan yang telah disepakati sejak tahun 2022 untuk mendukung stabilitas pasar minyak.

Sebelumnya, rencana kenaikan produksi sebesar 180.000 barel per hari direncanakan mulai dilaksanakan pada bulan Januari, setelah sempat tertunda dari bulan Oktober karena penurunan harga. Namun, mengingat situasi pasar saat ini, kenaikan produksi tersebut kemungkinan akan tetap tertunda.

Di sisi lain, konflik di Timur Tengah semakin memanas. Pada hari itu, jet Rusia dilaporkan menyerang kota Idlib, Suriah. Hal ini merupakan serangan intensif kedua yang melibatkan negara Presiden Vladimir Putin terhadap negeri Presiden Bashar al-Assad.

Menurut laporan CNBC International, kota tersebut telah dikuasai oleh pemberontak yang terdiri dari koalisi kelompok bersenjata sekuler arus utama yang didukung oleh Turki bersama dengan Hyat Tahrir al Sham, kelompok Islamis yang merupakan kekuatan militer oposisi yang paling tangguh.

Serangan tersebut juga melibatkan tentara Suriah yang mengklaim menargetkan tempat persembunyian kelompok pemberontak dan membantah melakukan serangan terhadap warga sipil. Konflik di Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi sejak dimulainya perang pada tahun 2011.

Meskipun pertempuran besar di Suriah telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir, konflik masih terus berlanjut. Iran dan Rusia telah membantu pemerintah Assad menguasai sebagian besar wilayah dan kota besar di Suriah.

Dengan kondisi pasar minyak yang terus berfluktuasi dan tensi konflik di Timur Tengah yang masih tinggi, pasar minyak dunia diprediksi akan terus mengalami perubahan dalam waktu dekat.

Sumber: CNBC Indonesia Research

(ras/ras)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *