Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengonfirmasi bahwa jasa transaksi uang elektronik dan dompet digital juga termasuk yang terkena tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Hal ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Sejak 1 April 2022, jasa atas transaksi uang elektronik dan e-wallet telah menjadi objek pajak dengan tarif PPN sebesar 11%. Oleh karena itu, saat tarif PPN naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025, transaksi tersebut bukanlah barang baru yang dikenakan pajak, melainkan merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya.
DJP menjelaskan bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajak bukanlah nilai pengisian uang, saldo, atau nilai transaksi jual beli, tetapi atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital. Dalam rangka memahami dampak kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% terhadap biaya transaksi di dompet digital atau uang elektronik, Ditjen Pajak menyediakan simulasi sebagai berikut:
1. Zain melakukan top up uang elektronik sebesar Rp1.000.000 dengan biaya top up Rp1.500. Dengan tarif PPN 11%, PPN yang harus dibayar adalah Rp165. Namun, dengan kenaikan PPN menjadi 12%, PPN yang harus dibayar menjadi Rp180. Artinya, kenaikan PPN sebesar 1% hanya berdampak sebesar Rp15.
2. Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp500.000 dengan biaya pengisian Rp1.500. Dengan tarif PPN 11%, PPN yang harus dibayar adalah Rp165. Dengan kenaikan PPN menjadi 12%, PPN yang harus dibayar menjadi Rp180. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan PPN sebesar 1% sebesar Rp15.
Dalam konteks ini, Ditjen Pajak menegaskan bahwa besaran PPN yang dibayarkan tetap sama, asalkan jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan. Artinya, besar