Rupiah Tetap Volatil Menunggu Data Manufaktur dan Inflasi

Rupiah Menguat di Tengah Tantangan Data Manufaktur dan Inflasi

Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan rupiah pekan lalu ditutup menguat seiring dengan melandainya indeks dolar Amerika Serikat (AS) dan yield US Treasury. Namun, tantangan masih belum usai di tengah penantian data manufaktur dan inflasi.

Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan akhir pekan Jumat (29/11/2024) rupiah menguat hingga 0,16% ke level Rp15.840/US$. Selama sepekan kemarin, rupiah bergerak cukup stabil dengan alami penguatan tipis hingga 0,19% dari penutupan sebelumnya yang berada pada level Rp15.870/US$.

Focus Investor pada Data Inflasi dan Aktivitas Manufaktur

Fokus investor akan langsung tertuju ke dua data pening dari dalam negeri yakni inflasi dan aktivitas manufaktur yang akan diumumkan hari ini, Senin (2/12/2024).

Inflasi Indonesia diperkirakan merangkak pada November 2024 seiring naiknya sejumlah bahan pokok dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan (month to month/mtm) diproyeksi akan naik atau mengalami inflasi sebesar 0,25%. Sementara secara tahunan (year on year/yoy), inflasi diproyeksi akan berada di level 1,49%.

Sebagai catatan, inflasi Oktober 2024 tercatat 0,08% (mtm) dan secara tahunan mencapai 1,71%.

Jika pada November 2024 terjadi inflasi (mtm) maka ini akan menjadi inflasi beruntun dalam dua bulan setelah lima bulan sebelumnya (Mei-September 2024) mencatat deflasi.

Konsensus CNBC Indonesia juga memperkirakan inflasi inti pada November 2024 akan berada di 2,2% (yoy), nyaris stagnan dibandingkan Oktober (2,21%).

Kinerja Manufaktur Indonesia dan Tantangan Kontraksi

Sementara itu, kinerja manufaktur Indonesia telah berada di zona kontraksi sejak Juli 2024 atau sudah empat bulan beruntun. Besok pagi akan ada rilis data PMI Manufaktur Indonesia oleh S&P Global.

PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,2 pada Oktober 2024. Angka ini tidak berubah dibandingkan September.

Kontraksi empat bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.

Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.

Aktivitas manufaktur yang terkontraksi secara terus menerus akan menjadi sinyal bahaya terutama bagi serapan tenaga kerja yang bisa berakibat lonjakan angka pengangguran.

Saat pengangguran meningkat, daya beli masyarakat Indonesia akan semakin menurun. Tentunya hal ini tidak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang notabene berpangku pada belanja rumah tangga yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto Indonesia.

Analisis Teknikal Pergerakan Rupiah

Pergerakan rupiah kini mulai terlihat sideways berkat penguatan akhir pekan lalu. Untuk antisipasi paling dekat bisa cermati resistance di Rp15.950/US$ sebagai area pelemahan terdekat, ini didapatkan dari garis horizontal berdasarkan high candle intraday 21 November 2024.

Sementara itu, support terdekat atau potensi pembalikan arah menguat ada di Rp15.790/US$, yang didapatkan dari low candle intraday 19 November 2024.

Rupiah melawan dolar ASFoto: Tradingview
Rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Masih Penuh Tekanan, IHSG “Terancam” Merosot ke Level 7.000-an




Next Article



Kabar Baik Datang Dari AS, Rupiah Siap Menguat Lagi!




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *